Acara : IRMATA
Penyaji : Ustadzah Hj. Ida. Widaningsih , S.Ag
Tempat : SMPN 6 Garut
Waktu : Senin, 31 Januari 2011, 12.30 s.d selesai
“Hendaknya takut kepada orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejarteraannya ( QS. An Nisa : 9 ) “
Ayat tersebut menyampaikan pesan yang sangat jelas kepada kita tentang kemungkinan terlahirnya generasi lemah ( dzuriyyat Dhaifan ). Adakah rasa takut ketika keturunan kita menjadi keturunan yang menyiksa batin kita?
Adakah rasa takut yang mnyelusup kedalam nurani ketika keturunan kita tidak berbuat apa-apa saat kita berbaring sakit, sedangkan ia hanya gapleh dan tidak mampu mendo’akan kita?
Renungkanlah cerita nyata yang pernah terjadi berikut ini :
Seorang ibu berbaring sakit karena stroke, ia dirawat di rumah sakit swasta di kamar rumah sakit itu hanya ada dua pasien, ibu yang terserang stroke, dan satunya seorang bapak yang yang penyakit diabetnya akut, salah seorang anak dari ibu yang stroke itu datang menjenguknya, ia merawat dan menjaganya hingga malam hari, untuk menghibur hati ibundanya, sang anak membacakan al qur’an, suaranya syahdu dan menggema ke seluruh ruangan.
Sang ibu merasa senang dan tenang hatinya, wajahnya sumringah, senyumnya mengembang, keyakinan hatinya tumbuh dan terpancar jelas dari wajahnya.
Tiba-tiba, ada seorang ibu yang mendekati anak yang sedang membaca al qur’an tadi, ia berkata lirih : “ nak ! ibu minta tolong supaya bacaan al qur’annya sedikit dikeraskan, suamiku yang sedang berbaring sakit ingin mendengarkannya.
Baik bu, kalau ibu dan bapak tidak merasa terganggu, saya akan membacakannya sedikit keras. Terima kasih nak, jawab si ibu tadi, oh.. iya maaf bu, apakah ibu tidak memiliki anak ? Tanya si anak pembaca al qur’an.
Sebelum menjawab mata si ibu meneteskan air mata, ia menangsi dan berkata : beberapa orang yang sedang duduk di luar itu adalah anak-anaku, jawabnya, sambil menunjuk kepada sekelompok anak muda yang sedang bermain gapleh.
Masya Allah ! sekelompok anak muda yang sedang asyik main gapleh sementara ayahnya sedang berjuang dengan penyakitnya! Menjadi contoh nyata bahwa anak sholeh pasti peduli kepada kedua orang tuanya. Anak sholeh tentu berbeda dengan anak atau generasi yang buruk.
Maka, datanglah sesudah mereka, generasi yang buruk yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya ( QS. Maryam : 59 )
Apa yang dinyatakan oleh Allah itu, belakangan ini semakin banyak jumlah generasi yang menjadi generasi buruk. Di sisi lain, Allah mengingatkan bahwa setiap anak bisa menjadi musuh bagi kedua orang tuanya, namun disisi lain, Allah swt juga memberi solusi praktis untuk mencegahnya dengan melindungi diri dan keluarga dari adzab neraka, caranya ? belajarlah pada konsep pendidikan yang dilakukan oleh Lukmanul Hakim !
Sabtu, 12 Maret 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar